Minggu, 07 Februari 2016

RANGKUMAN BUKU FILSAFAT SENI JACOB SUMARDJO : ESTETIKA KLASIK GRAECO-ROMAN

Sejarah estetika adalah sejarah pemikiran falsafi tentang keindahan dan seni.Sebagian besar pemikirannya bersifat logis-murni dan spekulatif. Pembahasannya selalu menunjukkan apa yang semestinya terdapat dalam sebuah karya.

Plato (428-348 SM)
Filsafat keindahan
Sumber rasa keindahan adalah rasa cinta kasih, karena jika ada rasa cinta maka manusia selalu ingin kembali menikmati apa yang dicintainya itu. Proses tertanamnya rasa cinta pada keindahan itu dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Pada awalnya orang dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal, misalnya keindahan tubuh seorang manusia.
b.      Kemudian, dia dididik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga tertanam hakikat keindahan tubuh manusia.
c.       Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah itu lebih luhur daripada keindahan tubuh yang bersifat jasmaniah.
d.      Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala yang bersifat rohani pula, misalnya ilmu pengetahuan.
e.       Akhirnya, manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan yang bersifat jasmani.

Filsafat seni
Benda seni yang diciptakan para seniman merupakan tiruan benda indah yang merupakan ilusi dari ide keindahan.Karya seni itu hanya sebuah ilusi, gambar maya.Karya seni juga dapat merusak akal sehat akibat kandungan emosinya dan akibat dari ide keindahan.Emosi dalam karya seni dapat membangkitkan “banjir emosi” pada manusia dan membutakan akal sehatnya.Maka, karya seni dapat “membahayakan” kehidupan bersama dalam negara.Selain itu, karya seni juba bukan sumber yang baik untuk pengetahuan pendidikan.
Aristoteles (384-322 SM)
Mimesis
Aristoteels berpendapat bahwa seni itu suatu imitasi atau tiruam (mimesis).Manusia meniru dapat memberikan kegembiraan, keindahan.Terkadang seniman sejumlah realitas untuk membangun sebuah gambaran yang memiliki makna, yang ditiru oleh seniman (sastrawan) adalah tingah laku manusia.Gambaran tingkah laku manusia itu mengandung hukum kemungkinan terjadinya pada manusia dan keharusan terjadinya. Karya seni bersifat universal, karena apa yang digambarkan itu dapat terjadi kapan saja dan dimana saja bagi manusia. Berbeda dengan plato yang beranggapan seni hanya ilusi, maka Aristoteles neranggapan bahwa karya seni adalah karya nyata yang dapat diserap secara sensoris (inderawi).
Sastra
Filsafat seni Aristoteles bertumpu pada seni sastra, dengan contoh drama dan epos pada zamannya. Dalam berbagai karya sastra tadi, ia merinci unsur-unsur drama yang terdiri atas objek imitasi, medium imitasi, karakteristik imitasi. Objek drama adalah tingkah laku dan kelakuan manusia (drama, perbuatan).Mediumnya berupa bahasa, irama, dan nada. Karakteristiknya berupa dialog, narasi, deklamasi, dan acting (pemeran). Dalam drama tragedy, manusia digambarkan lebih baik dari kenyataan sebenarnya, sementara dalam komedi, manusia digambarkan lebih buruk dari kenyatan sebenarnya. Tragedi memiliki sejumlah unsur utama berupa: Plot (alur cerita), karakter, pikiran, bahasa, musik, spektakel.
Aristoteles mengupas perbedaan sejarah dan sastra. Sejarah menggambarkan apa yang telah terjadi, sedangkan sastra menggambarkan apa yang mungkin terjadi sehingga sastra lebih bersifat umum, universal, dan lebih mengandung filsafat dariada sejarah yang faktual dan partikular.

Ciri keindahan
Ciri-ciri lengkap keindahan, baik pada alam mauun pada karya seni, menurut Aristoteles, adalah :
a.       Kesatuan atau kutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tak ada yang berlebihan atau berkurang. Sesuatu yang pas dan khas adanya.
b.      Harmoni atau kesembangan antar unsur yang proposional, sesuai dengan ukurannya yang khas.
c.       Kejernihan, bahwa segakanya memberikan suatu kesan kejelasan, terang, jernih, murni, tanpa ada  keraguan.

Perngaruh Plato dan aristoteles
Kedua filsuf Yunani-lama ini amat berpengaruh terhadap para filsuf Yunani di masa yang lebih kemudian, bahkan sampai masa sekarang.Pokok pikiran mereka mengenai keindahan dan seni masih sering menjadi, bahan perdebatan dan bahan penafsiran.Pokok pikiran menegnai kebutuhan dalam seni, harmoni, keteraturan dalam seni, masih sering dijumpai dalam telaah estetika sepanjang sejarah budaya Barat. Begitu pula soal imitasi (mimesis), katarsis, unsur tragedi, masih sering dibicarakan oleh para filsuf dimasa kemudian,
Dari Yunani, pengaruh filsafat berkembang di zaman Romawi, terutama pada zaman kekaisaran (sekitar abad pertama). Meskipun secara politik jauh lebih besar dan jaya dari Yunani, pemikiran mereka tentang seni tidak banyak dan juga tidak asli.

Horatius (65-8 SM)
Horatius adalah penyair lirik zaman kekaisaran Romawi. Menurut Horatius, syarat seni (sastra, puisi) yang baik adalah :
·         DECORUM : yakni harmoni dalan seni. Gaya dalam seni selalu sesuai dengan pokok yang dipilih. Begitu pula, setiap ragam puisi memiliki gayanya sendiri. Cara pengungkapan juga harus sesuai dengan tingkat usia, jenis kelamin, dan kelompok social yang dituju.
·         NATURA dan INGENIUM : menyangkut diri prnysir, apakah unsur bakat (natura) lebih pentig daripada unsur keterampilan atau teknik puisi (ars). Dalam pandangan Horatius, kedua unsur itu harus seimbang. Seseorang tidak dapat hanya mengandalkan bakat alam yang dimiliki penyair, tetapi juga harus belajar teknik menulis puisi.
·         FUNGSI SASTRA : sastra khusunya pusisi, dapat memberikan rekreasi atau hiburan dan sekaligus pendididkan bagi pendengar atau pembacanya. Seni harus memberi kenikmatan dan sekaligus manfaat dalam kehidupan manusia (utile dulce).
Pendapat Horatius ini dikenal dengan semboyan dulce at utile (indah dan berguna).Pokok pikiran ini mendatangkan perdebatan di abad ke-19 dan ke-20, yakni munculnya semboyan “seni untuk seni” dan “seni untuk masyarakat”.

Plotinus (204-269 M)

Filsafat seni plotinussering dinamai Neo Platonisme karena meneruskan filsafat seni Plato. Sumber keindahan adalah ide keindahan yang abadi, seperti pendapat Plato, hanya saja pada Plotinus ide keindahan itu juga merupaka Maha Sumber segalanya, Plotinus berpendapat bahwa semuanya ini berasal dari Maha Sumber dan akan mengalir kembali kepada Maha Sumber tadi (teori emansi = mengalir).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar